
Wisuda Program Pascasarjana Periode III Tahun Akademik 2024/2025 di Grha Sabha Pramana UGM, Rabu (23/4/2025).
Di antara para keluarga wisudawan, seorang pria mencuri perhatian karena hadir mengenakan kostum unik—Ledhek Gogik, kesenian tradisional yang kini mulai jarang dijumpai.
Pria tersebut adalah Budi Prasojo (68), warga Pandean, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, yang datang untuk menyaksikan menantunya diwisuda.
“Yang wisuda ini anak menantu saya, Dokter Sub-Spesialis,” ujar Budi Prasojo.
Wujud Nazar dan Cinta Budaya
Budi Prasojo mengungkapkan bahwa kedatangannya dengan kostum Ledhek Gogik merupakan bagian dari nazar yang pernah ia ucapkan.
Nazar itu sebelumnya diniatkan saat anak kandungnya menempuh pendidikan S3, namun tak bisa diwujudkan karena pandemi Covid-19.
“Ya saya punya nazar kalau anak saya S3 akan pakai ini, tapi pas anak saya wisuda kemarin Covid, saya enggak pakai. Terus menantu saya ini wisuda,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kehadirannya sekaligus menjadi bentuk pelestarian budaya, memperkenalkan kembali kesenian Ledhek Gogik yang kini mulai jarang ditampilkan.
“Iya untuk memperkenalkan kembali kesenian Ledhek Gogik ini,” tuturnya.
Aktif di Kegiatan Budaya
Budi dikenal aktif mengikuti berbagai acara budaya di Yogyakarta. Ia kerap hadir di berbagai momen seperti ulang tahun Sleman, Bekakak di Gamping, hingga kirab Nitilaku UGM. Semua dilakukannya tanpa meminta imbalan.
“Biasanya ulang tahun Sleman, Bekakak di Gamping, Rabu pungkasan, tiap kegiatan kalau ada selo saya datang tanpa bayaran,” ucapnya.
“Kalau tiap UGM Nitilaku atau ulang tahun saya pakai ini. Dulu waktu Dwikorita Rektornya, Pak Panut, ini Pak Ganjar dulu mlaku dari Alun-alun ke sini,” tambahnya.
Reaksi Haru dari Menantu
Menantunya, Sarly Puspita Ariesta, mengaku kaget sekaligus terharu melihat mertuanya hadir dalam balutan kostum Ledhek Gogik saat wisuda.
“Enggak nyangka kalau Beliau bawa ini ledhek gogik, surprise sekali pokoknya sampai berkali-kali terharu sampai sedih terharu seneng,” ungkap Sarly.
Sarly mendukung penuh mertuanya dalam melestarikan budaya, meski tetap mengingatkan agar tidak terlalu lelah mengingat usia sang mertua.
“Tentunya sosialnya juga kita dukung, namun dengan kita ingatkan tidak capek-capek,” katanya.
Sarly sendiri merupakan dokter spesialis penyakit dalam, yang melanjutkan pendidikan di bidang Geriatri, spesialisasi untuk kesehatan lansia.
Ia bercerita bahwa keilmuannya terasa makin bermakna ketika digunakan untuk merawat mertuanya yang sempat mengalami masalah jantung.
“Ketika saya mengambil ilmu itu ternyata bapak mertua (Budi Prasojo) saya itu gerah (sakit) jantung. Alhamdulillah beliau survive kejadian jantung itu dan beraktivitas kembali seperti sedia kala,” pungkasnya.
Leave a Reply